Kamis, 05 Juli 2018

Memilih Bahan Hijab

Ada 6 Trik Sederhana Memilih Bahan Hijab Yang Sesuai Bentuk Wajah, Supaya Kamu Nggak Kebingungan Lagi




Permasalahan sederhana seperti bagaimana memilih bahan hijab ini akan Most Hijab bahas secara tuntas, supaya kebingungan tak lagi melandamu, perempuan cantik yang berhijab.

1. Beruntunglah kamu yang punya wajah tirus, karena semua bahan hijab bisa kamu kenakan. Tapi, lebih cantik lagi kalau kamu pakai hijab.
Wajah tirus itu dewa, dan hampir semua perempuan mengharapannya. Berbagai bahan hijab pun akan sesuai, jika dikenakan bagi yang berwajah tirus. Namun alangkah lebih baik dan cantiknya, kalau bahan hijab yang dipilih adalah satin atau silk. Bukannya merubah bentuk wajah, tingkat kecantikanmu justru akan meningkat berkali-kali lipat.
Pun dengan hijab tebal berbahan rajut ini, akan lebih pas jika ‘mendarat’ di wajah tirus.

2. Walaupun pipi tembem itu bikin gemas, tak semua bahan hijab bisa cocok untuk mempercantik wajah. Dari pada hijab lain, lebih baik kamu memilih pashmina chiffon sebagai bahan andalan.

Mengapa harus pashimna chiffon dibanding hijab lainnya? Ya. Bahan chiffon yang licin dan kaku akan mempermudahmu untuk membingkai wajah, meski tak begitu ahli dalam modifikasi hijab. Hijab pashmina juga akan memperindah penampilan karena lebih leluasa dibentuk, guna menyamarkan pipi tembem.

Tidak perlu macam-macam, dengan membentuknya melingkar di belakang dan oval di depan saja, kontur wajah yang jauh lebih tirus akan seketika kamu dapatkan. Cek tutorialnya di sini, ya.
3. Siapa nih yang jidatnya lebar alias jenong? Yuk pilih hijab berbahan paris saja supaya jenongmu terlihat lebih cute!

Punya jidat yang lebar atau yang lebih dikenal dengan jenong memang susah-susah gampang. Dalam memilih hijab pun harus sesuai, karena berakibat cukup fatal jika asal saja. Sebenarnya, jenong yang kamu punya itu tak perlu disamarkan, tapi dipercantik saja dengan hijab-hijab berbahan paris yang kaku namun mudah dibentuk. Modifikasi bentuk hijab sesederhana mungkin juga sangat disarankan, agar jidat yang lebar tidak terlalu menonjol.

Biar nggak penasaran, kamu bisa contoh gaya Zahratul Jannah di Instagramnya. Psssst, dia juga punya jidat yang cukup lebar tuh

4. Kamu yang punya rahang besar atau berwajah kotak, hijab berbahan spandek bukanlah pilihan yang tepat. Pilihah bahan katun, supaya bentuk wajah lebih proporsional.
biar lebih tirus, pakai jilbab berbahan katun

Bahan spandek yang lentur dan jatuh itu kurang pas jika dikenakan oleh wajah-wajah kotak atau berahang besar. Saking lenturnya, bahan spandek ini bisa menahan kontur pipi, sehingga wajah menjadi ‘maju’ dan terlihat tembem atau penuh.

Berbeda dengan bahan katun yang kaku, efek lancip akan muncul dan menampilkan kesan tirus pada wajahmu. Meski tidak perlu dimodifikasi macam-macam, hijab katun yang kaku ini akan selalu berhasil menghasilkan bentuk wajah yang lebih proporsional.

5. Sebaliknya, kalau kamu punya dagu yang terlalu panjang, bahan-bahan lentur seperti spandek sangat disarankan untuk hijabmu.

Dagu yang terlalu panjang itu tak selamanya indah bagi sebagian orang. Ada juga yang kurang PD bahkan melakukan segala cara untuk menyamarkannya. Sama halnya dengan memilih bahan hijab, kamu yang berdagu panjang disarankan untuk memilih hijab berbahan spandek agar menyamarkan dagu dengan sempurna.

Apapun bentuk hijabnya nanti, bahan spandek yang lentur ini akan dengan sigap mengikuti alur wajah, sehingga dagu panjang yang kurang proporsional akan sedikit di samarkan.

6. Nah, supaya wajahmu yang kecil lebih bervolume, pilih saja hijab-hijab dengan bahan kasmir. Dijamin, penampilanmu akan lebih menawan dari biasanya.
ini nih buat yang mukanya kecil
ini nih buat yang mukanya kecil via instagram.com

Selain wajah bulat, bentuk wajah yang kecil juga sering mengurangi tingkat percaya diri. Kesan ‘tenggelam’ akan jelas kentara jika pemilihan bahan hijabnya kurang sesuai dan asal saja. Bentuk wajah yang kecil akan lebih proporsional, kalau volumenya ditambah dengan mengenakan hijab kasmir sebagai pilihan utamanya.

Meski sesuai juga untuk semua bentuk wajah, hijab dengan bahan kasmir ini akan lebih cocok jika ia yang berwajah kecil mengenakannya. Cara memakai hijabnya pun harus diperhatikan, ya. Bentuk lipatan-lipatan pada bagian atas kepala, agar bentuk proporsional bukan hanya sebatas mimpi.


Gimana? Nggak susah ‘kan milih bahan hijab yang sesuai dengan bentuk wajah? Asal teliti dan PD aja sih kuncinya. Selamat mencoba ya!

Senin, 11 Juni 2018

LAKI LAKI DAN PEREMPUAN HARUS TAU

Apa bedanya hijab dan jilbab?
Dan apa perbedaannya dengan khimar?


Berikut ini definisi hijab, jilbab, khimar dan kerudung beserta penjelasan perbedaannya
Kalian Harus Tau ! Beda Hijab, Jilbab, Khimar dan Kerudung

1. Hijab
Hijab artinya adalah penghalang atau penutup. Di Al-Quran, dalam konteks ini, hijab berarti penutup secara umum baik tirai pembatas, kelambu ataupun tabir yang membuat seorang muslimah tertutupi dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya.

Dalam konteks lebih luas, sebagian ulama menggunakan istilah hijab untuk menyebut pakaian yang dipakai oleh muslimah untuk menutup aurat. Namun pada era modern, di beberapa negara termasuk Indonesia, banyak orang menggunakan kata hijab tetapi yang dimaksudkan adalah khimar.

2. Jilbab
Jilbab adalah busana terusan untuk menutupi seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan tangan.


3. Khimar
Khimar adalah kerudung yang menutupi kepala hingga leher dan dada.


4. Kerudung
Kerudung adalah penutup kepala. Meskipun tidak menutup seluruh rambut dan leher, kain penutup kepala bisa disebut kerudung.

Rabu, 06 Juni 2018

Hijab Story

5 Hal Tentang Hijab yang Belum Semua Orang Tahu

http://mosthijab.com
Menjadi seorang muslim, kita mengemban beberapa kewajiban yang harus ditunaikan dan tanpa bantahan. Kewajiban yang sejatinya adalah hal yang akan menjaga kehormatan kita sebagai muslim, baik di mata Allah ataupun di hadapan makhluknya. Salah satu bentuk kewajiban itu adalah tentang Berhijab.

Berhijab merupakan perintah Allah untuk menutup aurat yang merupakan hal yang harus ditutupi demi menjaga kehormatan muslim sebagai manusia seutuhnya. Namun, ada beberapa hal tentang hijab yang selama ini tidak diketahui oleh muslim dan dengan ketidaktahuan itu, banyak muslim berdalih dengan berbagai alasan demi untuk tidak menunaikan kewajiban tersebut. Berikut penjabaran mengenai perkara tersebut


1. Hijab Itu Untuk Semua Muslim, Baik Laki-Laki Maupun Perempuan

Selama ini, perkara mengenai hijab hanya dirujuk kepada wanita. Namun, jika kita fahami hakikat hijab sebagai bentuk upaya dalam menutup aurat. Maka aturan berhijabpun ada untuk laki-laki, meskipun tidak kompleks layaknya perempuan. Karena aurat yang akan dihijabi oleh laki-laki adalah yang berada di antara pusar hingga lutut. Inilah pengetahuan dasar yang harus kita ketahui dan beginilah hakikat dan tujuan hijab yang sesungguhnya, yakin menutup aurat.

2. Tentang Perintah Berhijab

Ingat tidak, salah satu tokoh perempuan di Indonesia yang juga merupakan anak dari seorang ulama besar pernah mengatakan bahwa "tidak ada perintah wajib berhijab di dalam Alqur-an". Dan ini menjadi salah satu alasan yang digunakan oleh beberapa muslimah untuk tidak berhijab. Begini, memang di dalam Alqur-an tidak ada perintah khusus mengenai hijab ini, kita tidak mungkin untuk membantahnya. Akan tetapi, Perintah mutlak yang ada di dalam Alquran  adalah kewajiban dalam menutup aurat.

Jika ia berpendapat tidak ada kewajiban untuk berhijab, mungkin ia memiliki cara lain untuk menutupi auratnya (mudah-mudahan saja ada). Seorang mualaf dari Jerman. Ia mengatakan, tidak apa-apa jika seorang muslimah itu tidak mau berhijab, asalkan ia tetap berada di dalam rumah. Nah, apakah ada alasan yang lain untuk menolak berhijab?

3. Hijab, Akhlak dan Iman

Beberapa dari muslimah,ketika berhadapan dengan perintah berhijab, mereka akan senantiasa menunjukkan sikap penolakan dengan berbagai alasan. Di antara alasan tersebut adalah menjadikan Akhlak dan Iman sebagai alasan untuk menunda atau tidak mengenakan hijab. Mereka berdalih, bahwa sebelum berhijab, maka benahilah akhlak terlebih dahulu atau menolak berhijab karena bagi mereka yang terpenting itu adalah Iman.

Benarkah sikap yang demikian? Tentang Akhlak ini, kita perlu mengetahui bahwa perintah tentang berakhlak baik itu memiliki "ranah" tersendiri. Jika hijab berkaitan dengan Fiqh, maka akhlak ini berkaitan dengan etika sosial di dalam Islam. Akhlak dan Hijab itu bukan perintah yang sepaket, yang dalam artian, berakhlak bukanlah prasyarat yang harus dipenuhi sebelum berhijab. Namun, hijab bisa menjadi dasar dan motivasi bagi seorang muslim untuk memperbaiki dan mempertahakan Akhlak yang baik

Mengenai Iman, ini sesuatu yang sangat konyol jika ada yang mengatakan bahwa Hijab tidak perlu, yang penting Imannya. Pertanyaannya adalah bagaimana mungkin kita memiliki Iman yang benar, jika terhadap suatu perintah yang wajib saja kita masih mencari-cari alasan untuk menolaknya?

Nah, Sekarang apalagi yang akan menjadi alasan bagi kita untuk menunda dan menolak untuk berhijab?

4. Hijab Adalah Simbol Kehormatan

Percaya atau tidak, hijab adalah simbol kehormatan seorang muslim karena ia mampu menjaga sesuatu yang menjadi kehormatannya di mana tidak sembarangan orang bisa melihatnya. Mungkin, jika dikembalikan ke pribadi kita masing-masing. Sebelum kita mengenal seseorang lebih jauh, ketika kita melihat ia menjaga hijabnya dengan sempurna, tentu di dalam pikiran kita orang tersebut adalah orang yang baik dan harus dihormati.

5. Hijab Akan Menjagamu dan Melindungimu

Ketika kita menunaikan sebuab kewajiban dengan sempurna, maka pada saat itu kita sudah melindungi diri kita dari siksaan neraka. Khusus untuk kewajiban dalam berhijab, di samping terlindungi dari siksaan api Neraka karena dosa tidak menutup aurat, seorang muslim akan terlindungi dari segala bentuk kejahatan yang akan membahayakannya.

Misalnya saja, kejahatan yang bersumber nafsu syahwat. Dengan adanya hijab, maka sudah tentu lawan jenis akan terhalangi untuk tergoda dengan syahwat. Dan yang lebih penting dari itu, dengan hijab ini, kita akan mencegah timbulnya dosa-dosa yang lebih banyak dan lebih besar.

Nah, sekarang apa lagi alasan kita untuk menunda dan menolak menunaikan kewajiban berhijab?

Jumat, 30 September 2016

Adab Bertetangga


Islam adalah agama rahmah yang penuh kasih sayang. Dan hidup rukun dalam bertetangga adalah moral yang sangat ditekankan dalam Islam.
Para ulama khilaf dalam banyak pendapat mengenai hal ini. Sebagian mereka mengatakan tetangga adalah ‘orang-orang yang shalat subuh bersamamu, sebagian lagi mengatakan ’40 rumah dari setiap sisi’, sebagian lagi mengatakan ’40 rumah disekitarmu, 10 rumah dari tiap sisi’ dan beberapa pendapat lainnya (lihat Fathul Baari, 10 / 367).
Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia. Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)
Karena demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim, Islam pun memerintahkan ummatnya untuk berbuat baik terhadap tetangga. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa: 36)
Islam juga mengabakarkan kepada kita ancaman terhadap orang yang enggan dan lalai dalam berbuat baik terhadap tetangga. Bahkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menafikan keimanan dari orang yang lisannya kerap menyakiti tetangga. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabdaL
وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ . قِيْلَ: وَ مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الَّذِيْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: ‘Siapa itu wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari bawa’iq-nya (kejahatannya)‘” (HR. Bukhari 6016, Muslim 46)
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: “Bawa’iq maksudnya culas, khianat, zhalim dan jahat. Barangsiapa yang tetangganya tidak aman dari sifat itu, maka ia bukanlah seorang mukmin. Jika itu juga dilakukan dalam perbuatan, maka lebih parah lagi. Hadits ini juga dalil larangan menjahati tetangga, baik dengan perkataan atau perbuatan. Dalam bentuk perkataan, yaitu tetangga mendengar hal-hal yang membuatnya terganggu dan resah”. Beliau juga berkata: ”Jadi, haram hukumnya mengganggu tetangga dengan segala bentuk gangguan. Jika seseorang melakukannya, maka ia bukan seorang mukmin, dalam artian ia tidak memiliki sifat sebagaimana sifat orang mukmin dalam masalah ini” (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/178)
Jika Bertetangga Dengan Non-Muslim
Ibnu Katsir menjelaskan tafsir dua jenis tetangga ini: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan kekerabatan dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan”. Beliau juga menjelaskan: “Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al Bikali bahwa al jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah Yahudi dan Nasrani” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/298).
Al ‘Aini menuturkan: “Kata al jaar (tetangga) di sini mencakup muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang pendatang, orang asli pribumi, orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, karib kerabat, ajnabi, baik yang dekat rumahnya atau agak jauh” (Umdatul Qaari, 22/108)
Dikisahkan dari Abdullah bin ‘Amr Al Ash:
أَنَّهُ ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ، فَجَعَلَ يقول لغلامه: أهديت لجارنا اليهوي؟ أَهْدَيْتَ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ؟ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بالجارحتى ظننت أنه سيورثه
“Beliau menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang pemuda: ‘akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’. Pemuda tadi berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda ‘Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris‘” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad 78/105, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad)
Oleh karena itu, para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:
  1. Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak, yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.
  2. Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim.
  3. Tetangga non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.
Berikut ini diantara adab-adab seorang muslim kepada tetangganya yang perlu diperhatikan:
  1. Menghormati Tetangga dan Berperilaku Baik Terhadap Mereka
  2. Bangunan Rumah Kita Jangan Mengganggu Tetangga
    Usahakan semaksimal mungkin untuk tidak menghalangi mereka mendapatkan sinar matahari atau udara. Kita juga tidak boleh melampaui batas tanah milik tetangga kita, baik dengan merusak ataupun mengubah, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaannya.
  3. Memelihara Hak-hak Tetangga, Terutama Tetangga yang Paling Dekat
    Diantara hak tetangga yang harus kita pelihara adalah menjaga harta dan kehormatan mereka dari tangan orang jahat baik saat mereka tidak di rumah maupun di rumah, memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan, serta memalingkan mata dari keluarga mereka yang wanita dan merahasiakan aib mereka.
  4. Tidak Mengganggu Tetangga
    Seperti mengeraskan suara radio atau TV, melempari halaman mereka dengan kotoran, atau menutupi jalan bagi mereka. Seorang mukmin tidak dihalalkan mengganggu tetangganya dengan berbagai macam gangguan. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullahshallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
    Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya’”(HR. Bukhari (no.1609); Muslim (no.2463); dan lafazh hadits ini menurut riwayat beliau, Ahmad (no.7236); at-Tirmidzi (no.1353); Abu Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335); dan Malik (no.1462)).
  5. Jangan Kikir untuk Memberikan Nasehat dan Saran kepada Mereka
    Tujuannya untuk memberikan kebaikan kepada mereka, termasuk mengajarkan dan memeperkenalkan kepada mereka perkara yang wajib, serta menunjukkan mereka kepada al-haq (kebenaran). Hal ini dijelaskan dalam Kasyful Musykil mim Hadits ash-Shahihain karya Ibnul Jauzi (IV/219).
  6. Memberikan Makanan kepada Tetangga
    Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam bersabda kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
    Artinya: “Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah) maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu” (HR. Muslim). Adapun tetangga yang pintunya lebih dekat dari rumah kita agar lebih didahulukan untuk diberi.
  7. Bergembira ketika Mereka Bergembira dan Berduka ketika Mereka Berduka
    Kita jenguk tetangga kita apabila ia sedang sakit, kita tanyakan kehadirannya apabila ia tidak ada, bersikap baik apabila kita menjumpainya, dan hendaknya sesekali kita undang mereka untuk datang ke rumah kita. Hal-hal seperti itu mudah membuat hati mereka luluh dan akan menimbulkan rasa kasih sayang kepada kita. Karena sebaik-baik manusia adalah yang akhlaknya paling baik. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dan beliaulah manusia yang memiliki akhlak paling terpuji, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Bukhari (no.6035); Ahmad (no.6468); dan at-Tirmidzi (no.1975)).
  8. Tidak Mencari-cari Kesalahan Tetangga
    Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan tetangga kita. Jangan pula bahagia apabila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
  9. Sabar Atas Perilaku Kurang Baik Mereka
    Ketika kita berinteraksi dengan manusia, pasti ada suatu kekurangan atau perlakuan yang kurang baik dari sebagian mereka kepada sebagian yang lainnya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Maka orang yang terzhalimi disunnahkan menahan marah dan memaafkan orang yang menzhaliminya. Allah Ta’ala berfirman,
    Dan juga Allah Ta’ala berfirman,
    Artinya:“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran:134).
    Firman Allah “Dan orang-orang yang menahan amarahnya” yaitu apabila mereka diganggu oleh orang lain sehingga mereka marah dan hati mereka penuh dengan kekesalan yang mengharuskan mereka membalasnya dengan perkataan dan perbuatan, akan tetapi mereka tidak mengamalkan konsekuensi tabi’at manusia tersebut (tidak membalasnya). Bahkan mereka menahan amarah lalu bersabar dan tidak membalas orang yang berbuat jahat kepadanya.

Minggu, 25 September 2016

Adab Menuntut Ilmu


Diantara perkara mulia yang hendaknya menjadi kesibukan kita adalah menuntut ilmu syar’i yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ilmu yang bersumber dari keduanya adalah cahaya dan pelita bagi pemiliknya, sehingga nampak jelas baginya kegelapan kebatilan dan kesesatan. Orang yang memiliki ilmu akan dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan, kebenaran dan kebatilan, sunnah dan bid’ah. Maka ilmu adalah perkara mulia yang hendaknya menjadi perhatian setiap muslim, perkara yang harus diutamakan. Karena ilmu itu lebih didahulukan daripada perkataan dan perbuatan. Menuntut ilmu adalah sebuah tugas yang sangat mulia. Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka Allah akan pahamkan dia dalam hal agamanya.” (HR. Bukhari)
Berikut diantara adab-adab yang sebaiknya diperhatikan ketika menuntut ilmu syar’i,

  1. Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu
    Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Ta’ala dan seseorang tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena Allah. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar beribadah hanya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5)
  2. Rajin berdoa kepada Allah Ta’ala, memohon ilmu yang bermanfaat
    Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk selalu memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan berlindung kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat, karena banyak kaum Muslimin yang justru mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat, seperti mempelajari ilmu filsafat, ilmu kalam ilmu hukum sekuler, dan lainnya.
  3. Bersungguh-sungguh dalam belajar dan selalu merasa haus ilmu
    Dalam menuntut ilmu syar’i diperlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan izin Allah apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.
  4. Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa kepada Allah Ta’ala
    Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiat. Sesungguhnya dosa dan maksiat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat mematikan hati, merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah Ta’ala.
  5. Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut ilmu
    Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya. Imam Mujahid mengatakan,
    “Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq)
  6. Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz, syaikh atau guru
    Allah Ta’ala berfirman, “… sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)
  7. Diam ketika pelajaran disampaikan
    Ketika belajar dan mengkaji ilmu syar’i tidak boleh berbicara yang tidak bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syar’i yang disampaikan, tidak boleh ngobrol. Allah Ta’ala berfirman,
    “dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)
  8. Berusaha memahami ilmu syar’i yang disampaikan
    Kiat memahami pelajaran yang disampaikan: mencari tempat duduk yang tepat di hadaapan guru, memperhatikan penjelasan guru dan bacaan murid yang berpengalaman. Bersungguh-sungguh untuk mengikat (mencatat) faedah-faedah pelajaran, tidak banyak bertanya saat pelajaran disampaikan, tidak membaca satu kitab kepada banyak guru pada waktu yang sama, mengulang pelajaran setelah kajian selesai dan bersungguh-sungguh mengamalkan ilmu yang telah dipelajari.
  9. Menghafalkan ilmu syar’i yang disampaikan
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    “Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).
  10. Berusaha mendakwahkan ilmu
    Hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, apabila dakwah mengajak manusia ke jalan Allah merupakan kedudukan yang mulia dan utama bagi seorang hamba, maka hal itu tidak akan terlaksana kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu, seorang dapat berdakwah dan kepada ilmu ia berdakwah. Bahkan demi sempurnannya dakwah, ilmu itu harus dicapai sampai batas usaha yang maksimal. Syarat dakwah:
    Aqidah yang benar, seorang yang berdakwah harus meyakini kebenaran ‘aqidah Salaf tentang Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ dan Shifat, serta semua yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah dan iman.
    Manhajnya benar, memahami Al-quran dan As-sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih.
    Beramal dengan benar, semata-mata ikhlas karena Allah dan ittiba’ (mengikuti) contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mengadakan bid’ah, baik dalam i’tiqad (keyakinan), perbuatan, atau perkataan.


Jumat, 23 September 2016

Muraqabah

Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Muraqabah merupakan sunnah perintah Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits beliau mengatakan:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ جُنْدَبِ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik guna menghapuskan perbuatan buruk tersebut, serta gaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, “Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.”
Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri. Muraqabah adalah tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti dilaksanakan, dan larangan yang wajib dihindari.
Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang jujur.
Manfa’at Sifat Muraqabah

  1. Optimalnya ibadah yang dilakukan seseorang serta jauhnya ia dari kemaksiatan, karena ia menyadari bahwa Allah senantiasa melihat dan mengawasinya
  2. Rasa kedekatan kepada Allah SWT. Dalam al-Qur’anpun Allah pernah mengatakan: “Dan Kami lebih dekat padanya dari pada urat lehernya sendiri.” Sehingga dari sini pula akan timbul kecintaan yang membara untuk bertemu dengan-Nya. Ia pun akan memandang dunia hanya sebagai ladang untuk memetik hasilnya di akhirat, untuk bertemu dengan Sang Kekasih, yaitu Allah SWT.
  3. Sesorang yang bermuraqabah kepada Allah, akan memiliki ‘firasat’ yang benar. Al-Imam al-Kirmani mengatakan:
    “Barang siapa yang memakmurkan dirinya secara dzahir dengan ittiba’ sunnah, secara batin dengan muraqabah, menjaga dirinya dari syahwat, manundukkan dirinya dari keharaman, dan membiasakan diri mengkonsumsi makanan yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.” (Ighatsatul Lahfan, juz I/ 48)

Macam-macam Sifat Muraqabah

  1. Muraqabah dalam ketaatan kepada Allah SWT, dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan segala perintah-Nya Seperti benar-benar menfokuskan tujuan amal ibadahnya hanya kepada Allah dan karena Allah, dan bukan karena faktor-faktor lainnya. Karena ia menyadari bahwa Allah Maha mengetahui segala niatan amalnya yang tersembunyi di balik relung-relung hatinya yang paling dalam sekalipun. Sehingga ia mampu beribadah secara maksimal, baik ketika sendirian ataupun di tengah-tengah keramaian.
  2. Muraqabah dalam kemaksiatan, dengan menjauhi perbuatan maksiat, bertaubat, menyesali perbuatan-perbuatan dosa yang pernah dilakukannya dan lain sebagainya. Sikap seperti berangkat dari keyakinannya bahwa Allah mengetahuinya, dan Allah tidak menyukai hamba-Nya yang melakukan perbuatan maksiat. Sekiranya pun ia telah melakukan maksiat, ia akan bertaubat dengan sepenuh hati kepada Allah dengan penyesalan yang mendalam, karena Allah akan murka pada dirinya dengan kemaksiatannya itu.
  3. Muraqabah dalam hal-hal yang bersifat mubah, seprti menjaga adab-adab terhadap Allah, bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan-Nya pada kita, bermuamalah yang baik kepada setiap insan, jujur, amanah, tanggung jawab, lemah lembut, perhatian, sederhana, ulet, berani dan lain sebagainya. Sehingga seorang muslim akan tampil dengan kepribadian yang menyenangkan terhadap setiap orang yang dijumpainya. Dan jadilah ia sebagai seorang dai yang disukai umatnya.
  4. Muraqabah dalam musibah yang menimpanya, yaitu dengan ridha pada ketentuan Allah SWT serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh kesabaran. Ia yakin bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang datang dari Allah dan menjadi hal yang terbaik bagi dirinya, dan oleh karenanya ia akan bersabar terhadap sesuatu yang menimpanya

Cara Untuk Menumbuhkan Sifat Muraqabah

  1. Memupuk keimanan kepada Allah SWT dengan sebaik-baiknya, karena iman merupakan pondasi yang paling dasar untuk menumbuhkan sikap seperti ini. Tanpa adanya keimanan, muraqabah tidak akan pernah muncul
  2. Melatih diri untuk menjaga perintah dan larangan Allah SWT, dimanapun dan kapanmu ia berada, karena hal ini akan menumbuhkan sikap muraqabah dalam jiwa kita. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: Dari Ibnu Abas ra, berkata; pada suatu hari saya berada di belakang Nabi Muhammad SAW, lalu beliau berkata, “Wahai ghulam, peliharalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan memeliharamu. Dan peliharalah (larangan) Allah, niscaya kamu dapati Allah selalu berada di hadapanmu. ” (HR. Tirmidzi)
  3. Muraqabah juga dapat tumbuh dari adanya ‘ziarah qubur’, dengan tujuan bahwa kita semua pasti akan mati dan memasuki kuburan, tanpa teman, tanpa saudara dan tanpa keluarga. Hanya amal kitalah yang akan menemani diri kita. Dan apakah kita telah siap untuk menghadap-Nya?
  4. Memperbanyak amalan-amalan sunnah, seperti dzikrullah, shalat sunnah, tilawah al-Qur’an dan lain sebagainya. Amalan-amalan seperti ini akan menumbuhkan rasa ketenangan dalam hati. Dan rasa ketenangan ini merupakan bekal pokok untuk menumbuhkan muraqabah.
  5. Merenungi kehidupan salaf shaleh dalam muraqabah, rasa takut mereka terhadap azab Allah yang sangat luar biasa, dan lain sebagainya. Untuk kemudian dibandingkan dengan diri kita sendiri; apakah kita sudah dapat seperti mereka, ataukah masih jauh?
  6. Bersahabat dengan orang-orang shaleh yang memilki rasa takut kepada Allah. Dengan persahatan insya Allah akan menimbulkan pengaruh positif pada diri kita untuk turut memiliki rasa takut kepada Allah sebagaimana sahabat kita.
  7. Memperbanyak menangis (karena Allah), dan meminimalisir tertawa, terutama karena senda gurau. Karena jiwa yang banyak tertawa, akan sulit untuk dapat merenungi dan mentadaburi ayat-ayat Allah. Dan jiwa yang terisi dengan keimanan yang membara memunculkan sikap tenang dan tawadhu’.

Kisah inspiratif tentang muraqabah
Abdullah bin Dinar mengemukakan, bahwa suatu ketika saya pergi bersama Umar bin Khattab ra, menuju Mekah. Ketika kami sedang beristirahat, tiba-tiba muncul seorang penggembala menuruni lereng gunung menuju kami. Umar berkata kepada penembala: “Hai pengembala, juallah seekor kambingmu kepada saya.” Ia menjawab, “Tidak !, saya ini seorang budak.” Umar menimpali lagi, “Katakan saja kepada tuanmu bahwa dombanya diterkam serigala.” Pengembala mengatakan lagi, “kalau begitu, dimanakah Allah?” Mendengar jawaban seperti itu, Umar menangis. Kemudian Umar mengajaknya pergi ke tuannya lalu dimerdekakannya. Umar mengatakan pada pengembala tersebut, “Kamu telah dimerdekakan di dunia oleh ucapanmu dan semoga ucapan itu bisa memerdekakanmu di akhirat kelak.” Pengembala ini sangat meyadari bahwa Allah memahami dan mengetahuinya, sehingga ia dapat mengontrol segala perilakunya. Ia takut melakukan perbuatan kemaksiatan, kendatipun hal tersebut sangat memungkinkannya. Karena tiada orang yang akan mengadukannya pada tuannya, jika ia berbohong dan menjual dombanya tersebut. Namun hal tersebut tidak dilakukannya.

Rabu, 21 September 2016

Muhasabah

Muhasabah berasal dari kata hasiba yahsabu hisab, yang artinya secara etimologis adalah melakukan perhitungan. Dalam terminologi syar’i, definisi muhasabah adalah sebuah upaya evaluasi diri terhadap kebaikan dan keburukan dalam semua aspeknya.
Menjelang pergantian tahun (evaluasi tahunan), ada baiknya kita mengevaluasi diri kita masing-masing, sejauh mana telah melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Sekiranya sudah melaksanakan, maka hendaknya ditingkatkan. Tetapi seandainya belum melaksanakan perintah serta meninggalkan larangan-Nya dan Rasul-Nya, maka harus kembali sadar (yaqdhah) kemudian bertaubat kepada Allah.
Tindakan muhasabah ini memang diperintah Allah dengan firman-Nya yang artinya: ''Hai orang-orang yang beriman takwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akherat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan''. (QS. al-Hasyr/59:18).
Hadits Nabi saw.: ''Raihlah lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni kaya sebelum miskin, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk, sehat sebelum sakit, dan hidup sebelum mati''.
Umur bertambah panjang berarti lebih dekat dengan mati, menemui Allah SWT, tentu harus disertai bekal yang cukup memadai dan seterusnya. Untuk memantapkan muhasbah itu, perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Muraqabah (pengawasan). Pengawasan dilakukan terhadap lahiriah dan batiniah semua perbuatan kita, seperti keikhlasan dan kesempurnaan amal kita.
  2. Mu'aqabah (sanksi), yakni memberi sanksi kepada diri sendiri, tentu atas dasar manfaat, seperti meninggalkan amal kebaikan diberi sanksi melaksanakan ibadah yang lebih baik, sesuai dengan hadits nabi saw.: ''ikutilah kejelekan atau kejahatan dengan kebaikan, karena amal kebaikan itu bisa melebur dosa, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang bagus''. (HR. Tirmidzi).
  3. Mu'atabah ala al-nafs (mengkritik pada diri sendiri), suatu kritikan yang sesuai dengan standard Alquran dan al-Hadits, seperti mempertanyakan mengapa kamu berbuat kemaksiatan begini dan begitu, mengapa kamu malas, mengapa kamu tidak jujur dan sebagainya.

Ada beberapa manfaat dan keutamaan muhasabah bagi setiap orang yang beriman yaitu :

  1. Diri setiap muslim akan bisa mengetahui akan aib serta kekurangan dirinya sendiri. Baik itu dalam hal amalan ibadah, kegiatan yang memberikan manfaat untuk banyak manusia. Sehingga dengan demikian akan bisa memperbaiki diri apa-apa yang dirasa kurang pada dirinya.
  2. Akan semakin tahu akan hak kewajiban kita sebagai seorang hambaNya dan terus memperbaiki diri dan mengetahui hakekat ibadah bahwasannya manfaat hikmah ibadah adalah demi kepentingan diri kita sendiri bukan demi kepentingan Allah Ta'ala. Karena kita lah manusia yang lemah dan penuh dosa yang memerlukan akan pengampunan dosa-dosa.
  3. Mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan di dunia ini, karna suatu saat akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat.
  4. Membenci hawa nafsu dan mewaspadainya, dan senantiasa melaksanakan amal ibadah serta ketaatan dan menjauhi segala hal yang berbau kemaksiatan, agar menjadi ringan hisab di hari akhirat kelak.

Intropeksi diri dalam agama adalah bermakna evaluasi diri sebagai salah satu pesan Rasulullah SAW. Dengan sering melakukan muhasabah yang sesungguhnya, ia akan mengetahui berbagai kelemahan, kekurangan dan kesalahan yang ia lakukan. Dengan begitu ia akan mengerti makna sesungguhnya dalam bermuhasabah diri. Kemudian akan memperbaiki kualitas hidupnya, menjadi lebih berakhlak, ikhlas, rendah hati, dan taqarrub kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.