Muraqabah merupakan sunnah perintah Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits beliau mengatakan:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ جُنْدَبِ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik guna menghapuskan perbuatan buruk tersebut, serta gaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, “Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.”
Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri. Muraqabah adalah tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti dilaksanakan, dan larangan yang wajib dihindari.
Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang jujur.
Manfa’at Sifat Muraqabah
- Optimalnya ibadah yang dilakukan seseorang serta jauhnya ia dari kemaksiatan, karena ia menyadari bahwa Allah senantiasa melihat dan mengawasinya
- Rasa kedekatan kepada Allah SWT. Dalam al-Qur’anpun Allah pernah mengatakan: “Dan Kami lebih dekat padanya dari pada urat lehernya sendiri.” Sehingga dari sini pula akan timbul kecintaan yang membara untuk bertemu dengan-Nya. Ia pun akan memandang dunia hanya sebagai ladang untuk memetik hasilnya di akhirat, untuk bertemu dengan Sang Kekasih, yaitu Allah SWT.
- Sesorang yang bermuraqabah kepada Allah, akan memiliki ‘firasat’ yang benar. Al-Imam al-Kirmani mengatakan:
“Barang siapa yang memakmurkan dirinya secara dzahir dengan ittiba’ sunnah, secara batin dengan muraqabah, menjaga dirinya dari syahwat, manundukkan dirinya dari keharaman, dan membiasakan diri mengkonsumsi makanan yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.” (Ighatsatul Lahfan, juz I/ 48)
Macam-macam Sifat Muraqabah
- Muraqabah dalam ketaatan kepada Allah SWT, dengan penuh keikhlasan dalam menjalankan segala perintah-Nya Seperti benar-benar menfokuskan tujuan amal ibadahnya hanya kepada Allah dan karena Allah, dan bukan karena faktor-faktor lainnya. Karena ia menyadari bahwa Allah Maha mengetahui segala niatan amalnya yang tersembunyi di balik relung-relung hatinya yang paling dalam sekalipun. Sehingga ia mampu beribadah secara maksimal, baik ketika sendirian ataupun di tengah-tengah keramaian.
- Muraqabah dalam kemaksiatan, dengan menjauhi perbuatan maksiat, bertaubat, menyesali perbuatan-perbuatan dosa yang pernah dilakukannya dan lain sebagainya. Sikap seperti berangkat dari keyakinannya bahwa Allah mengetahuinya, dan Allah tidak menyukai hamba-Nya yang melakukan perbuatan maksiat. Sekiranya pun ia telah melakukan maksiat, ia akan bertaubat dengan sepenuh hati kepada Allah dengan penyesalan yang mendalam, karena Allah akan murka pada dirinya dengan kemaksiatannya itu.
- Muraqabah dalam hal-hal yang bersifat mubah, seprti menjaga adab-adab terhadap Allah, bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan-Nya pada kita, bermuamalah yang baik kepada setiap insan, jujur, amanah, tanggung jawab, lemah lembut, perhatian, sederhana, ulet, berani dan lain sebagainya. Sehingga seorang muslim akan tampil dengan kepribadian yang menyenangkan terhadap setiap orang yang dijumpainya. Dan jadilah ia sebagai seorang dai yang disukai umatnya.
- Muraqabah dalam musibah yang menimpanya, yaitu dengan ridha pada ketentuan Allah SWT serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh kesabaran. Ia yakin bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang datang dari Allah dan menjadi hal yang terbaik bagi dirinya, dan oleh karenanya ia akan bersabar terhadap sesuatu yang menimpanya
Cara Untuk Menumbuhkan Sifat Muraqabah
- Memupuk keimanan kepada Allah SWT dengan sebaik-baiknya, karena iman merupakan pondasi yang paling dasar untuk menumbuhkan sikap seperti ini. Tanpa adanya keimanan, muraqabah tidak akan pernah muncul
- Melatih diri untuk menjaga perintah dan larangan Allah SWT, dimanapun dan kapanmu ia berada, karena hal ini akan menumbuhkan sikap muraqabah dalam jiwa kita. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: Dari Ibnu Abas ra, berkata; pada suatu hari saya berada di belakang Nabi Muhammad SAW, lalu beliau berkata, “Wahai ghulam, peliharalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan memeliharamu. Dan peliharalah (larangan) Allah, niscaya kamu dapati Allah selalu berada di hadapanmu. ” (HR. Tirmidzi)
- Muraqabah juga dapat tumbuh dari adanya ‘ziarah qubur’, dengan tujuan bahwa kita semua pasti akan mati dan memasuki kuburan, tanpa teman, tanpa saudara dan tanpa keluarga. Hanya amal kitalah yang akan menemani diri kita. Dan apakah kita telah siap untuk menghadap-Nya?
- Memperbanyak amalan-amalan sunnah, seperti dzikrullah, shalat sunnah, tilawah al-Qur’an dan lain sebagainya. Amalan-amalan seperti ini akan menumbuhkan rasa ketenangan dalam hati. Dan rasa ketenangan ini merupakan bekal pokok untuk menumbuhkan muraqabah.
- Merenungi kehidupan salaf shaleh dalam muraqabah, rasa takut mereka terhadap azab Allah yang sangat luar biasa, dan lain sebagainya. Untuk kemudian dibandingkan dengan diri kita sendiri; apakah kita sudah dapat seperti mereka, ataukah masih jauh?
- Bersahabat dengan orang-orang shaleh yang memilki rasa takut kepada Allah. Dengan persahatan insya Allah akan menimbulkan pengaruh positif pada diri kita untuk turut memiliki rasa takut kepada Allah sebagaimana sahabat kita.
- Memperbanyak menangis (karena Allah), dan meminimalisir tertawa, terutama karena senda gurau. Karena jiwa yang banyak tertawa, akan sulit untuk dapat merenungi dan mentadaburi ayat-ayat Allah. Dan jiwa yang terisi dengan keimanan yang membara memunculkan sikap tenang dan tawadhu’.
Kisah inspiratif tentang muraqabah
Abdullah bin Dinar mengemukakan, bahwa suatu ketika saya pergi bersama Umar bin Khattab ra, menuju Mekah. Ketika kami sedang beristirahat, tiba-tiba muncul seorang penggembala menuruni lereng gunung menuju kami. Umar berkata kepada penembala: “Hai pengembala, juallah seekor kambingmu kepada saya.” Ia menjawab, “Tidak !, saya ini seorang budak.” Umar menimpali lagi, “Katakan saja kepada tuanmu bahwa dombanya diterkam serigala.” Pengembala mengatakan lagi, “kalau begitu, dimanakah Allah?” Mendengar jawaban seperti itu, Umar menangis. Kemudian Umar mengajaknya pergi ke tuannya lalu dimerdekakannya. Umar mengatakan pada pengembala tersebut, “Kamu telah dimerdekakan di dunia oleh ucapanmu dan semoga ucapan itu bisa memerdekakanmu di akhirat kelak.” Pengembala ini sangat meyadari bahwa Allah memahami dan mengetahuinya, sehingga ia dapat mengontrol segala perilakunya. Ia takut melakukan perbuatan kemaksiatan, kendatipun hal tersebut sangat memungkinkannya. Karena tiada orang yang akan mengadukannya pada tuannya, jika ia berbohong dan menjual dombanya tersebut. Namun hal tersebut tidak dilakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar