Kamis, 15 September 2016

Makna Menjual Ayat Allah


Ada beberapa peringatan mengenai menjual ayat Allah dalam al-Quran. Diantaranya, Allah berfirman:
وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
“Janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa..” (QS. al-Baqarah: 41)
Allah juga berfirman,
فَلاَ تَخْشَوُاْ النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلاً
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. (QS. al-Maidah: 44)
Ayat ini diturunkan adalah sebagai peringatan untuk para pembesar yahudi, seperti Huyai bin Akhtab, Ka’ab al-Asyraf, atau pemuka yahudi lainnya. Sebelum islam datang, para pemuka yahudi mendapatkan upeti dan uang sogokan dari masyarakatnya. Setiap kali mereka mengeluarkan fatwa atau membacakan taurat, atau melakukan ritual yahudi, mereka diberi bayaran oleh masyarakat.
Pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin tiba di madinah, mereka khawatir, jika nanti sampai banyak masyarakat Madinah, terutama yang yahudi masuk islam, maka mereka tidak lagi mendapatkan uang upeti, sogok atau minimal pemasukan mereka akan berkurang.
Karena alasan ini, mereka berusaha menghalangi masyarakat Madinah, terutama masyarakat yahudi, agar tidak mengikuti dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. padahal mereka tahu dengan yakin, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabi terakhir seperti yang disebutkan dalam taurat.
Latar belakang Allah menurunkan ayat di atas adalah Siapa saja yang sengaja menyembunyikan kebenaran, dengan harapan agar bisa mendapatkan dunia atau mempertahankan penghasilan, termasuk diantara bentuk menjual ayat Allah dengan harga yang murah.
Ciri orang yang menjual ayat allah dengan harga murah

  1. Menyediakan ayat untuk tujuan salah
    Menyediakan disini ada dua pengertian: Pertama, menyediakan atau memberitahu ayat untuk kepentingan orang tanpa mengetahui untuk apa penggunaannya. Padahal, mungkin seseorang ingin mengetahui sebuah ayat untuk tujuan yang salah. Kedua, menyediakan ayat-ayat Qur’an dalam berbagai kesempatan untuk kepentingan materi dan uang. Misalnya, mengajar membaca Al-Qur’an atau ceramah agama dengan memasang tarif honor. Kalau tidak memenuhi tarif yang diminta, ia tidak mau. 
  2. Menjelaskan ayat secara samar-samar
    Agar simpatik, pembicaraan orang (biasanya pemimpin, penguasa, orang berpengaruh atau teman) kita dukung dengan ayat Al-Qur’an. Ini adalah bentuk perilaku menjual ayat dengan harga murah. Ayat Al-Qur’an yang agung dan luhur kita suguhkan tapi dipilih-pilih yang menyenangkannya saja. Akhirnya, benar-benar harga murah atau kerendahan derajatlah yang kita dapatkan yaitu kesenangan orang, pujian orang kepada kita dan sebutan orang bahwa kita ustadz yang bijak dan sebagainya. Padahal kebenaran dalam Al-Qur’an harus ditunjukkan dan diikuti tanpa pilih-pilih, kecuali pertimbangan ketepatan bukan selera dan kepentingan duniawi.
  3. Menyampaikan kebenaran tidak tegas
    Makna ketiga “menjual ayat dengan harga murah” adalah menyatakan kebenaran dengan tidak tegas agar tidak terdengar galak. Menyampaikan kebenaran dengan diplomatis dan bijaksana itu perlu dalam konteks tertentu tapi tidak dengan menghindari ketegasan, kebenaran dan menyembunyikan ancaman Allah. Kebenaran harus disampaikan apa adanya, tidak ada yang disembunyikan. Menyampaikan kebenaran tidak boleh takut resiko, kalau takut resiko ya jangan berdakwah, itu artinya belum siap. Rasulullah SAW mengingatkan: “Qulil haqqa walau kâna murran” (sampaikanlah kebenaran walaupun terasa pahit).
  4. Tidak mau mengingatkan dan menyampaikan kebenaran
    Ini adalah indikasi keempat dari orang yang menjual ayat dengan harga murah. Ia tidak mau, jarang bahkan tidak pernah mengingatkan orang, menolak menyampaikan kebenaran yang ia tahu karena tidak biasa, merasa kagok, segan, takut tidak diberi jabatan dll. Tahu kebenaran tapi tidak menyampaikan. Misalnya, tahu bahwa shalat itu wajib bagi setiap Muslim tetapi temannya yang tidak shalat tidak pernah ditegur dan diingatkan padahal ia teman dekat apalagi sering bersama. Perasaan takut menyinggung dan tidak enak (yang tidak proporsional) lebih diikuti daripada menyampaikan kebenaran. Ia menukarkan yang mahal (memberikan nasehat kebenaran) dengan yang murah (pertemanan yang tidak saling mengingatkan). 
  5. Tidak mau belajar ilmu agama
    Seseorang tidak punya sama sekali alat (pengetahuan agama) untuk meluruskan orang lain berbuat salah dan keliru. Ia biarkan semua, ia maklumi, karena ia sendiri memang tidak punya pengetahuan agama untuk menegurnya. Apalagi bila sama-sama melakukan keburukan. Ia tidak tahu mana yang salah dan mana yang benar menurut agama. Mengaku Muslim tapi tidak pernah mau belajar agama dan bila sengaja tidak mau belajar agama termasuk kepada “menjual ayat dengan harga murah” karena ia lebih memilih yang murah yaitu kebodohannya agamanya ketimbang saling menegur dan memberikan nasehat dalam pergaulannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar