Minggu, 18 September 2016

Penjelasan Perayaan Maulid

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa setiap hal baru yang diada-adakan oleh manusia dan disandarkan kepada agama Islam, baik berupa i’tiqâd (keyakinan), perkataan maupun perbuatan semua itu adalah bid’ah dan tertolak, walaupun maksudnya baik. Semua ini karena bid’ah merupakan penambahan terhadap ajaran agama dan mensyari’atkan sesuatu yang tidak diizinkan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta merupakan tasyabbuh (penyerupaan) dengan golongan Yahudi dan Nasrani. Selain itu, melakukan bid’ah berarti pelecehan terhadap agama Islam dan menganggapnya tidak sempurna. Keyakinan ini mengandung kerusakan yang besar dan bertentangan dengan firman Allah Azza wa jalla dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memperingatkan terhadap bid’ah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi paling mulia dan terakhir. Nabi yang paling sempurna penyampaian dan ketulusannya. Seandainya Peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu benar-benar termasuk ajaran agama yang diridhai Allah Azza wa Jalla, niscaya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkannya kepada umatnya; Atau paling tidak, pasti telah dikerjakan oleh para Shahabatnya. Tetapi, semua itu tidak terjadi. Dengan demikian, jelaslah hal itu bukan bagian dari ajaran Islam dan termasuk perkara yang diada-adakan (bid’ah) dan termasuk tasyabbuh (menyerupai) Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) dalam hari-hari besar mereka
Peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bid’ah yang mungkar. Kelompok yang pertama kali mengadakannya adalah Bani ‘Ubaid al-Qaddah yang menamakan diri mereka dengan kelompok Fathimiyah pada abad ke- 4 Hijriyah. Mereka menisbatkan diri kepada putra ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Padahal mereka adalah pencetus aliran kebatinan. Nenek moyang mereka adalah Ibnu Dishan yang dikenal dengan al-Qaddah, salah seorang pendiri aliran Bathiniyah di Irak.
Alasan dilarangnya memperingati Maulid Nabi, adalah:

  1. Peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bid’ah yang dibuat-buat dalam agama ini. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Barangsiapa yang mengadakan suatu yang baru yang tidak ada dalam urusan agama kami, maka amalan itu tertolak”.
  2. Khulafa-ur Rasyidîn dan para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya tidak pernah mengadakan peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pernah mengajak untuk melakukannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    ”…Maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafâ-ur Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah adalah kesesatan.”
  3. Peringatan hari kelahiran (ulang tahun/maulid) adalah kebiasaan orang-orang sesat dan orang-orang yang menyimpang dari kebenaran yang berasal dari kalangan Yahudi. 
  4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
    “…Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu…” [al-Mâ-idah/5:3]
    Maksudnya adalah Allah Azza wa Jalla telah mengabarkan kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Mukminin bahwa Dia telah menyempurnakan keimanan untuk mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali. Dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan Islam sehingga Allah Azza wa Jalla tidak akan pernah menguranginya, bahkan telah meridhainya sehingga Allah Azza wa Jalla tidak akan memurkainya selamanya.
  5. Dengan mengadakan bid’ah-bid’ah semacam itu, timbul kesan bahwa Allah Azza wa Jalla belum menyempurnakan agama ini, sehingga perlu dibuat ibadah lain untuk menyempurnakannya. Juga menimbulkan kesan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam belum tuntas menyampaikan agama ini kepada umatnya sehingga kalangan ahli bid’ah merasa perlu menciptakan hal baru dalam agama ini. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya bagi hamba-hamba-Nya.
  6. Dalam Islam tidak ada bid’ah hasanah, semua bid’ah adalah sesat sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
    “Setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” [9]
  7. Memperingati kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membuktikan kecintaan terhadap Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kecintaan itu hanya dapat dibuktikan dengan mengikuti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengamalkan Sunnah beliau, dan mentaati beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman:
    “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah Azza wa Jalla, maka ikutilah aku, niscaya Allah Azza wa Jalla mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Dan Allah Azza wa jalla Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [Ali Imrân/3:31]
  8. Memperingati Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadikannya sebagai perayaan berarti menyerupai orang-orang Yahudi dan Nashrani dalam hari raya mereka, padahal kita telah dilarang untuk menyerupai mereka dan mengikuti gaya hidup mereka.
  9. Orang yang berakal tidak mudah terperdaya dengan banyaknya orang yang memperingati maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena tolok ukur kebenaran itu bukan jumlah orang yang mengamalkannya, namun berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman Salafush Shâlih.
  10. Berdasarkan kaidah syariat yaitu mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
    ” … Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur-an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan hari Kemudian” [an-Nisâ’/ 4:59]
  11. Yang disyariatkan adalah meneladani beliau, yaitu berpuasa pada hari Senin (bila mau), bukan merayakan hari kelahiran beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  12. Perayaan hari kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan perbuatan ghuluw (berlebih-lebihan/melampaui batas) terhadap beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Allah Ta’ala dan Rasul-Nya melarang berbuat ghuluw. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Jauhkanlah diri kalian dari ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama, karena sesungguhnya sikap ghuluw dalam agama ini telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.”
  13. Berbagai perbuatan syirik, bid’ah, dan haram, sering terjadi dalam peringatan maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti bercampur baurnya kaum laki-laki dan perempuan.
  14. Dalam peringatan maulid terdapat keyakinan batil bahwa ruh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri acara maulid yang mereka adakan.

Tanda orang yang benar-benar mencintai Rasulullah S.A.W, adalah:

  1. Mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mentauhidkan Allah Azza wa Jalla, menjauhi syirik, mengerjakan Sunnahnya, mengikuti perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beradab dengan adabnya.
  2. Lebih mendahulukan perintah dan syari’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada hawa nafsu dan keinginan dirinya.
  3. Banyak bershalawat untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan Sunnahnya. Allah Azza wa Jalla berfirman.
    “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi k dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya” [al-Ahzâb/33:56]
  4. Mencintai orang yang dicintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik keluarga maupun Shahabatnya yang Muhajirin dan Anshar serta memusuhi orang-orang yang memusuhi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan membenci orang yang membencinya.
  5. Mencintai al-Qur’ân yang diturunkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mencintai Sunnahnya, dan mengetahui batas-batasnya.

Kesimpulan bahwa menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk perbuatan bid’ah yang diharamkan yang tidak memiliki dalil baik dari Kitabullâh maupun dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar